Senin, 18 Juni 2012
Budaya Korupsi Melengkapi Keberagaman Budaya Indonesia
Indonesia, katanya sih
Negara kaya raya. Selain kaya akan budaya, suku bangsa dan adat
istiadat, Indonesia juga memiliki kekayaan alam yang melimpah.
Tanahnya subur, sangat pas untuk bercocok tanam, apa pun tanamannya.
Kekayaan mineral yang terkandung di tanah Indonesia menjadi
“undangan” langsung kepada para investor untuk menginvestasikan
uang mereka di bumi Indonesia. Indonesia juga merupakan pasar yang
sangat potensial bagi produk apa pun. Hal ini karena Indonesia
merupakan Negara dengan jumlah penduduk terbanyak ke 4 di dunia.
Alasan lainnya karena penduduk Indonesia memiliki tingkat
konsumerisme yang tinggi, sehingga jualan apa pun akan laris manis di
Indonesia.
Namun, dibalik semua
kekayaan itu, Indonesia memiliki beberapa hal yang juga negative,
yang tentu saja sangat mempengaruhi eksistensi Indonesia di dunia
International, seperti maraknya kasus terorisme, konflik antar warga
terjadi di beberapa daerah, demo yang hampir selalu berujung anarkis,
dan yang fresh namun telah terjadi bertahun-bertahun adalah
bertambahnya sebuah budaya baru yang mewabah di masyarakat Indonesia,
yaitu budaya korupsi!! Beberapa tahun belakang, korupsi telah menjadi
sebuah budaya baru yang menggerogoti moral bangsa. Betapa tidak,
tayangan televisi akhir-akhir ini menyuguhkan berbagai kasus yang
menimpa bukan saja kalangan pejabat dan politisi tetapi juga menimpa
kalangan pengusaha bahkan beberapa oknum PNS.
Jika kita melakukan
survey kecil-kecilan kepada masyarakat, ternyata hal yang paling
diingat tentang Indonesia selain kekayaan alam dan budayanya adalah
kasus korupsinya. Survey ini telah saya lakukan ke beberapa rekan
kerja saya di kantor. Mereka serentak menjawab bahwa Indonesia
merupakan negara dengan budaya korupsi yang tinggi. Mereka mengatakan
bahwa korupsi ini sudah merupakan budaya yang mulai mendarah daging
dan akan menjadi budaya yang turun temurun jika tidak diberantas
sedini mungkin.
Sejarah korupsi di
Indonesia sebenarnya telah dimulai sejak puluhan tahun lalu. Namun
pada saat itu berbagai kasus korupsi tidak terendus oleh masyarakat
bahkan oleh media sekalipun. Atau bisa saja terendus tetapi tak ada
seorang pun yang berani melakukan aksi protes, karena tindakan arogan
sang penguasa yang membuat nyali sebagian masyarakat menjadi ciut.
Kasus korupsi kala itu berusaha direduksi untuk kepentingan penguasa.
Penguasa dengan kroni-kroninya seakan membungkus rapi segala
kejahatan korupsi yang mereka kerjakan dengan peraturan-peraturan
yang sebenarnya menyimpang dari kebenaran, peraturan yang hanya
menguntungkan diri, keluarga dan oknum lainnya.
Masa pemerintahan orde
baru sangat mengharuskan masyarakat untuk berdiam dan berpura-pura
menutup mata atas segala penyimpangan dan kejahatan yang terjadi di
depan mereka termasuk korupsi. Mengapa demikian? Karena masyarakat
sejujurnya merasa takut ditindas dan ditekan oleh pemerintah.
Sebagai contoh jika seseorang secara terang-terangan melakukan aksi
protes terhadap segala perilaku pemerintah, maka orang tersebut akan
dipenjara, diasingkan dan yang lebih ekstrim adalah dibunuh.
Singkatnya, jika berseberangan dengan penguasa saat itu, maka masa
depan akan suram dan gelap.
Saat pemerintahan orde
baru runtuh, masyarakat mulai antusias menyongsong masa depan bangsa
Indonesia. Harapan baru mulai muncul ditengah carut marutnya keadaan
sosial politik bangsa. Tokoh-tokoh intelktual yang dulunya hanya berdiam diri,
mulai mengeluarkan idenya untuk kemajuan Indonesia. Setumpuk harapan
dibebankan di pundak kaum muda, pemimpin masa depan.
Hari berganti hari, bulan
berganti bulan, tahun berganti tahun ternyata harapan mulai sirna.
Kaum muda yang awalnya menjadi harapan bangsa untuk merubah Indonesia
menjadi negara yang sejahtera ternyata menjadi musuh dalam selimut.
Merekalah yang menghancurkan martabat dan moral bangsa. Diluar dugaan
dan perkiraan banyak pihak, mereka menumbuhkembangkan budaya korupsi
yang dilakukan di zaman orde baru. Budaya yang sebenarnya ingin
dihilangkan dari kehidupan sosial masyarakat Indonesia saat
pemerintahan orde baru runtuh.
Siapa yang tidak mengenal
Nazaruddin? Atau mungkin rekan-rekan masih mengingat sepak terjang
Gayus Tambunan yang hartanya melimpah karena menilep uang pajak? Dan
yang paling update adalah kasus Dhana Widyatmika yang juga
bergelimang harta dari hasil korupsi dengan modus yang tak jauh
berbeda dengan Gayus Tambunan. Mereka adalah kaum muda harapan
bangsa. Namun karena pergaulan yang salah dan mental mereka yang
sangat lemah, maka cara apa pun dilakukan untuk menumpuk harta
sebanyak-banyaknya.
Dampak yang ditimbulkan
dari kejahatan korupsi sangat luas. Oleh karena itu, kejahatan ini
dikategorikan sebagai extraordinary crime (kejahatan luar biasa).
Pemerintah telah menyadari bahwa kejahatan korupsi bukan hanya
merugikan negara tetapi juga masyarakat luas. Kejahatan korupsi lebih
kejam dibandingkan kejahatan terorisme yang sering terjadi di negeri
ini. Bayangkan saja jika pos anggaran untuk kesehatan dikorupsi, maka kesehatan
masyarakat tidak terjamin, pengobatan harus dibayar mahal,
ujung-ujungnya masyarakat miskin tidak bisa mendapatkan fasilitas
kesehatan yang memadai.
Jika dilakukan kajian
terhadap budaya korupsi yang mewabah di negara ini, terdapat beberapa
alasan mengapa orang-orang melakukan tindakan korupsi, dan menurut
saya pribadi, faktor pendorong sehingga budaya korupsi sangat mewabah
yaitu:
- Iman kurang. Orang bilang faktor kesempatan adalah penyebab utama terjadinya korupsi. Namun bagi saya, kesempatan berada diurutan kesekian setelah keimanan. Walaupun kesempatan terbuka sangat besar, namun jika memiliki tingkat keimanan yang cukup, maka sebanyak apa pun harta haram yang ditawarkan kepada kita, tentu tidak akan menggoyahkan iman dalam dada kita. Pemahaman saya, pada saat orang melakukan tindakan kejahatan termasuk korupsi, iman yang ada dalam dada mereka sedang berkurang atau tidak ada sama sekali. Meraka hanya berpikir bahwa hidup hanya untuk hari ini di dunia ini. Mareka tidak menyadari bahwa hidup yang sesungguhnya itu adalah hidup setelah mati. Kepercayaan mereka terhadap eksistensi Tuhan patut dipertanyakan.
- Budaya malu tidak dipelihara. Budaya orang timur selama ini dikenal dengan budaya malunya. Namun budaya itu seakan sirna oleh ketamakan akan harta. Mereka rela menjual rasa malu demi memuaskan nafsu. Budaya malu yang berabad-abad dipertahankan oleh nenek moyang kita, diobral dengan nafsu setan yang menguasai benak mereka.
- Tidak puas. Pantas saja kalau Tuhan menurunkan berbagai bencana di bumi Indonesia. Masih banyak diantara kita yang tidak memiliki rasa syukur terhadap apa yang kita miliki. Kita masih saja mencari celah untuk menumpuk kekayaan dari cara yang tidak benar. Kita tidak takut kepada Tuhan, tetapi lebih takut kalau tidak memiliki uang. Kita tidak menyadari bahwa masih sangat banyak rakyat Indonesia di luar sana yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kenapa kita tidak memikirkan kehidupan mereka kelak akan seperti apa? Kenapa sih kita masih saja menghabiskan waktu untuk memikirkan diri sendiri?
- Selalu melihat ke atas. Untuk bisa memupuk rasa syukur, kita harus selalu melihat kehidupan orang yang berada dibawah level kita. Hal ini supaya kita berpikir bahwa hidup kita ini sudah memadai, masih banyak orang yang hidup di bawah kondisi kita. Kata orang, jika kita terus melihat ke atas, maka suatu saat kita akan terjatuh dan merasakan sakit yang teramat sangat.
Sebagai kaum muda, saya
sangat berharap kondisi sosial, politik dan ekonomi Indonesia
berjalan baik dan lancar. Dipimpin oleh pemimpin yang memiliki hati
nurani dan empati terhadap rakyat yang tingkat ekonominya jauh
dibawah garis kemiskinan. Agar kehidupan rakyat yang sejahtera,
tentram dan damai dapat tercapai.
Mari kita hapuskan budaya
korupsi agar tidak menjadi duri dalam daging di negara kita. Karena
sesungguhnya kita bisa!!
Tulisan ini
merupakan pendangan/pendapat pribadi penulis sekaligus diikutkan dalam Lomba Blog
“Paling Indonesia” yang diselenggarakan oleh Komunitas Blogger Makassar AngingMammiri.org bekerjasama dengan Telkomsel area SUMALPUA ( Sulawesi Maluku Papua )
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar